Kenaikan Harga CPO Berlanjut

bisnis.com

30 November 2016

Oleh: Hafiyyan

 

Kenaikan Harga CPO Berlanjut

JAKARTA — Setelah berhasil menyentuh level tertinggi sejak Agustus 2012, penguatan harga CPO diprediksi terus berlanjut sampai kuartal I/2017 seiring kuatnya faktor fundamental komoditas tersebut.

Pada penutupan perdagangan Selasa (29/11), harga crude palm oil (CPO) kontrak Februari 2017 terkoreksi 26 poin menuju 3.051 ringgit (US$683,93) per ton. Pada hari sebelumnya, harga mencapai 3.077 ringgit (US$692,32) per ton yang menjadi posisi tertinggi sejak Agustus 2012.

Dalam risetnya, JP Morgan menyampaikan bahwa penguatan harga CPO didukung oleh lonjakan harga kedelai dan pelemahan ringgit Malaysia. Kedelai sebagai komoditas substitusi CPO berhasil menanjak karena peningkatan penggunaan bahan bakar nabati di AS pada 2017 sehingga menaikkan proyeksi permintaan.

JP Morgan mempertahankan pandangan harga CPO akan terus melaju sampai kuartal I/2017. Faktor utama yang mendukung adalah rendahnya persediaan minyak nabati global dan musim produksi kelapa sawit yang masih sedikit.

"Sementara pemulihan produksi akan terjadi pada kuartal kedua dan ketiga 2017 karena dampak El Nino sudah menurun, sehingga harga CPO berpotensi melemah kembali," mengutip riset tersebut.

US Environmental Protection Agency (EPA) menargetkan pemakaian bahan bakar nabati pada 2017 sebesar 19,28 miliar galon, naik 6% dari tahun sebelumnya 18,11 miliar galon.

Sekitar 1,9 miliar-2 miliar galon pemakaian bahan bakar nabati menggunakan minyak kedelai dan direncanakan naik menjadi 2,1 miliar galon pada 2018.

Sentimen tersebut memberikan dorongan bagi harga kedelai, sekaligus CPO yang berkorelasi dengannya. JP Morgan memprediksi harga rerata harga CPO pada 2016 sebesar 2.580 ringgit (US$630) per ton dan 2.440 ringgit (US$600) per ton pada 2017.

Meskipun turun 7% pada tahun depan, harga CPO masih ditopang faktor fundamental. Faktor tersebut adalah pelaksanaan program biodiesel di Indonesia dan perkembangan volume biofuel di AS.

David Ng, derivatives specialist Phillip Futures, mengatakan kenaikan harga CPO terutama didukung oleh pelemahan mata uang ringgit atas dolar AS. Sejumlah analis terkemuka pun meyakini CPO mengalami tren bullish sampai kuartal I/2017.

DEFISIT SUPLAI

Sementara itu dari sisi fundamental, masalah defisit suplai masih membayangi pasar. Produksi minyak kelapa sawit Malaysia pada November 2016 diperkirakan merosot.

Data Malaysian Palm Oil Board (MPOB) menunjukkan persediaan CPO pada Oktober naik 1,8% secara bulanan menuju 1,57 juta ton dari sebelumnya 1,55 juta ton. Namun, secara tahunan angka tersebut turun 44,5%.

Tren kenaikan persediaan ini sejalan dengan musim puncak produksi pada kuartal keempat 2016. Di sisi lain, pelemahan ekspor memicu tumbuhnya persediaan.

Produksi CPO pada Oktober turun 17,6% yoy dan 2,2% mom menuju 1,68 juta ton, yang disebabkan lesunya produksi di wilayah Peninsula Malaysia dan Sabah-Serawak masing-masing 16,4% dan 1,7% mom serta 19% yoy dan 2,6% mom. Sepanjang 10 bulan pertama tahun ini, produksi turun 15,6% yoy menjadi 14,27 juta ton.

MIDF Amanah Investment Bank Berhad menyampaikan tren positif CPO masih akan berlanjut sampai akhir 2016. Untuk periode November, persediaan di Malaysia hanya akan meningkat 3% menuju 1,63 juta ton.

Faktor-faktor kunci yang memengaruhi harga CPO ke depan adalah proyeksi penurunan ekspor  6% mom dan produksi 2% mom. Lesunya ekspor disebabkan turunnya tingkat konsumsi di wilayah utara China dan Uni Eropa yang mengalami musim dingin.

Tingkat persediaan masih akan ketat karena hanya meningkat 3% mom karena produksi turun. Pada tanggal 1-10 November 2016, data surveyor kargo menyebutkan ekspor sudah turun 16% mom.

Secara keseluruhan, MIDF masih berpandangan positif terhadap komoditas CPO dan diperkirakan harganya akan bergerak dalam rentang 2.500 ringgit-3.000 ringgit per ton sampai akhir 2016.

Dorab Mistry, Eksekutif Godrej International Ltd., memaparkan harga CPO bisa mencapai 3.300 ringgit per ton dengan dukungan pelemahan mata uang Malaysia. Fenomena El Nino yang menyebabkan terhalangnya produksi juga menekan persediaan dan hasil panen para petani di Indonesia serta Malaysia.

Dia menurunkan proyeksi produksi CPO Malaysia pada 2016 menjadi 17,3 juta-17,4 juta ton dari sebelumnya 17,5 juta-17,7 juta ton. Sementara itu, produksi Indonesia diperkirakan merosot ke 29 juta ton dibandingkan 2015 sebesar 32 juta ton.

"Kemungkinan harga CPO mencapai 3.300 ringgit sampai akhir kuartal pertama tahun depan," ujar Mistry.

Dengan produksi minyak sawit yang bertumbuh tahun depan, program biodiesel diprediksi akan menjadi penopang harga CPO. Menurut Mistry, program ini memastikan produsen mendapatkan harga yang menguntungkan meski pasar sedang lesu.

Yudha Gautama, analis Mandiri Sekuritas, dalam risetnya memaparkan  ekspor CPO pada Oktober di Malaysia melemah 16,4% yoy dan 1,4% mom menuju 1,43 juta ton. Perlambatan ini dipicu menurunnya permintaan India akibat normalisasi pasar setelah Festival Diwali dan China karena pemerintah setempat mengeluarkan persediaan minyak kanola.

Menurutnya, ekspor CPO kemungkinan masih melemah pada bulan ini, tetapi bakal melonjak pada Desember yang dipicu oleh China. Perayaan Tahun Baru Imlek yang jatuh pada 28 Januari 2017 menaikkan potensi permintaan, sehingga mendukung pertumbuhan harga CPO.

Editor : Bunga Citra Arum Nursyifani

 

Bagikan

RELATED POST

Informasi Sawit Nasional dan Internasional (Pasar Global)


Kejutan Astra Agro

Informasi Sawit Nasional dan Internasional (Pasar Global)


Sempat Disetop, Kasus penggelapan Minyak Sawit Siap Disidangkan

Informasi Sawit Nasional dan Internasional (Pasar Global)


Tidak Dihadiri Dirut, Dewan Batalkan Hearing dengan Eampat Perusahaan Sawit

Event

Pengunjung