PERHUTANAN SOSIAL Potensi 900.000 Ha dari Lahan Gambut
Kategori : Berita DMSI Posted : Kamis, 11 Januari 2018

Ilustrasi

Bisnis Indonesia

11 Januari 2018

 

PERHUTANAN SOSIAL

Potensi 900.000 Ha dari Lahan Gambut

 

JAKARTA - Badan Restorasi Gambut (BRG) memprediksi ada lebih dari 900.000 hektare lahan gambut yang bisa dijadikan kawasan Perhutanan Sosial (PS). Angka ini naik dari prediksi tahun lalu sekitar 500.000 ha.

 

Namun demikian, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut Myrna A. Safitri menyebutkan, angka tersebut masih merupakan pemetaan yang mungkin berubah.

 

"Tentu ini angka masih indikatif. Nanti tentu dilakukan overlay-overlay tapi kira-kira gambaran besarnya adalah seperti itu," katanya, Selasa (9/1).

 

Untuk mendorong capaian ini, pihaknya akan melakukan sejumlah upaya seperti identifikasi lokasi karena angka tersebut baru didapat dari pemetaan lahan yang ada dan belum melalui proses verifikasi apakah memang memungkinkan untuk dijadikan kawasan perhutanan sosial dan memiliki peminat.

 

Pasalnya, berdasarkan pengalaman di 2017, sejumlah kawasan yang semula diprediksi bisa menjadi kawasan Perhutanan Sosial ternyata tidak memadai karena sejumlah hal seprti jauhnya lokasi dari kawasan tinggal warga atau minimnya jumlah warga atau sumber daya yang bisa mengelola lahan tersebut.

 

"Jadi ada lokasi itu memang masuk di wilayah desa tapi dia jauh dari aktivitas warga. Biasanya warga tidak akan tertarik kalau dia terlalu jauh. Apalagi kalau jauh terus luasannya pun kecil," katanya.

 

Selain melakukan pemetaan dan verifikasi, sejumlah hal lain juga terus dilakukan seperti edukasi dan bantua penyusunan proposal bagi warga yang berminat mengajukan pengelolaan perhutanan sosial hingga pendampingan pasca mendapatkan izin termasuk kegiatan berbasis pengelolaan ekosistem gambut ramah lingkungan untuk tujuan pemberdayaan ekonomi.

 

Masyarakat juga dilatih untuk bisa memanfaatkan lahan gambut dengan cara bertanggung jawab dan tidak menciderai fungsi lahan gambut yang sebenarnya. Adapula pelatihan untuk memberdayakan masyarakat sebagai negosiator dan paralegal jika sewaktu-waktu terjadi konflik.

 

"Kami memfasilitasi masyarakat untuk membuat pengaturan tentang areal gambutnya secara bertanggung jawab. Untuk itu sudah dihasilkan 18 peraturan desa yang ada baik di Sumatera Utara dan Kalimantan dan 17 rancangan perdes [peraturan desa]."

 

Sementara itu, Koordinator Geo Data Nasional Rahmat Sulaiman menyayangkan pengaturan ruang di sektor kehutanan yang hingga saat ini masih didominasi oleh swasta.

 

Dia menyebutkan bahwa kerusakan gambut di kawasan hutan adalah akibat tidak langsung dari absennya hak kelola yang diberikan kepada rakyat di mana kerusakan hutan menjadi salah satu imbas dari tidak diperkenankannya rakyat mengekspresikan model-model kelola dalam mengelola hutan.

 

Rahmat mencontohkan lahan gambut dengan kedalaman 0,5 hingga 3 meter yang tidak dikelola oleh perusahaan saat ini dimanfaatkan sebagai sumber hasil kayu untuk dijadikan bahan bagunan dan tanaman purun untuk dijadikan bahan kerajinan tangan.

 

 

(Juli E.R. Manalu)

Bagikan

RELATED POST

Event

Pengunjung