Tangkal Isu Negatif, GAPKI Gandeng Serikat Pekerja
Kategori : Berita DMSI Posted : Rabu, 20 September 2017

sawitindonesia.com

20 September 2017

Oleh: Qayuum Amri

https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/berita-terbaru/tangkal-isu-negatif-gapki-gandeng-serikat-pekerja/

Tangkal Isu Negatif, GAPKI Gandeng Serikat Pekerja

JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Maraknya isu negatif di bidang ketenagakerjaan berdampak negatif kepada industri sawit. Atas dasar inilah, Gabungan Pengusaha kelapa sawit Indonesia (GAPKI) mengadakan workshop bersama serikat pekerja untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang baik. 

Sumarjono Saragih, Ketua GAPKI Bidang Ketenagakerjaan, menjelaskan bahwa berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2015 jumlah pekerja pada industri sawit sebanyak 7,9 juta orang. Dari angka tersebut, sekitar 30% atau 5 juta orang pekerja dari industri yang tergabung dalam GAPKI. Oleh karena itu, sangatlah penting membuat isu ketenagakerjaan yang berkembang selama ini untuk dapat terjawab.

“Tidak ada gunanya hubungan industrial yang sehat tapi bisnisnya mati,” ujar Sumarjono Saragih dalam jumpa pers di kantor GAPKI, Selasa (19/9/2017).

Menurutnya, GAPKI akan melakukan perbaikan sistem kerja di sektor sawit menyusul banyaknya laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait isu ketenagakerjaan.

Untuk itu, lanjutnya, GAPKI dan serikat kerja akan membuat program bersama terkait best practice system tenaga kerja. “Sehingga akan dilakukan penggalian dan formulasi program kerja melalui kegiatan workshop pada tanggal 11-13 Oktober 2017 di Jakarta,” ujar Sumarjono.

Workshop ini melibatkan GAPKI dengan serikat buruh (CNV Internationaal, Hukatan dan ILO)  dalam Memperbaiki Kondisi Kerja di Sektor Kelapa Sawit Indonesia dalam Kerangka Penerapan UNGP (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights).

Dia menjelaskan, program tersebut akan memprioritas beberapa hal. Pertama, hak dan kewajiban perkerja yang sesuai dengan Undang Undang Ketenagakerjaan. Kedua, melakukan edukasi agar tidak ada pekerja di bawah umur. Ketiga, promosi aspek keselamatan, kesehatan kerja (K3).

Menurutnya, selama ini pengusaha dan buruh terjebak pada isu yang sifatnya normatif yakni upah buruh, upah minimum provinsi (UMP) dan kebebasan berserikat. “Namun ke depan ingin mendorong suara pekerja atau aspirasi pekerja terhadap industri sawit,” jelasnya.

Moratorium yang menyerang industri sawit Indonesia diakui menghambat ekspansi industri sawit. Hambatan tersebut membuat terjadinya pemangkasan pekerja.

“Jika sawit terus diintimidasi dengan berbagai macam isu negatif, tidak menutup kemungkinan industri ini akan tutup dan akan terjadi pengurangan lapangan kerja,” ujar Sumarjono.

Amalia Falah Alam, Perwakilan Serikat Buruh Belanda (CNV Internationaal) di Indonesia mengatakan, dialog sosial dan kebebasan berserikat ini penting dalam memperbaiki kondisi kerja di sektor kelapa sawit.

“Kami menawarkan solusi bahwa harus ada dialog sosial antara serikat buruh, pekerja dan pemerintah. Ini merupakan salah satu langkah penting untuk memperbaiki kerja di sektor sawit,” tutur Amalia.

Menurutnya, adanya perbaikan kondisi kerja dapat meningkatkan citra sawit di pasar eropa, lantaran industri ini mempunyai market pada Benua Biru. Sekarang tidak bisa hanya mengandalkan sertifikasi agar produk sawit diterima di eropa.

Bagikan

RELATED POST

Event

Pengunjung