Ini Dampak COVID-19 Bagi Petani Sawit Independen RSPO
Kategori : Berita DMSI Posted : Jum'at, 19 Juni 2020

Foto: istimewa

detik.com

 

19 Juni 2020

 

Oleh: Faidah Umu Sofuroh

 

https://finance.detik.com/industri/d-5059217/ini-dampak-covid-19-bagi-petani-sawit-independen-rspo

 

Ini Dampak COVID-19 Bagi Petani Sawit Independen RSPO

 

 

 

Jakarta - Pandemi COVID-19 telah mengancam pendapatan petani kecil kelapa sawit independen di Indonesia karena rendahnya harga tandan buah segar (TBS). Petani bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) telah menemukan bahwa penjualan kredit RSPO telah menyediakan dana tambahan dan dukungan yang dibutuhkan untuk melihatnya melalui masa sulit ini.

 

Dalam acara virtual berjudul 'Dampak COVID-19 Pada Petani Bersertifikat RSPO', Penasihat Senior Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Rukaiyah Rafik, mengungkapkan beberapa kesulitan yang dialami petani.

 

Menurutnya, selain harga TBS rendah, petani merasakan kesulitan karena baik pabrik kelapa sawit dan kegiatan manufaktur berjalan lamban. Kegiatan tersebut terhambat karena pembatasan sosial skala besar (PSBB). Namun di sisi lain, harga pupuk tetap tinggi.

 

"Karena banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS mereka ke pabrik, mereka bergantung pada 'perantara' atau bisnis perantara untuk menyediakan layanan ini, tetapi pembatasan dalam kegiatan dan pergerakan karena COVID-19 telah berdampak pada mereka dan sumber mata pencaharian utama karena mereka tidak dapat menjual atau mengangkut TBS mereka ke pembeli. Pandemi juga mempengaruhi stok pupuk dan input untuk perkebunan petani serta harga makanan," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/6/2020).

 

Rukaiyah menambahkan bahwa petani bersertifikat RSPO memiliki lembaga dan jaringan yang kuat untuk mendukung mereka, serta standar akuntabilitas. Dia menambahkan para petani ini juga memiliki beragam bisnis atau tanaman selama pandemi, yang selanjutnya mendukung mata pencaharian mereka.

 

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menjelaskan pada satu titik selama pandemi, harga TBS turun di bawah Rp 1.000 per kg (atau sekitar USD 0,07 per kilogram) di tingkat petani swadaya.

 

Sementara itu, harga TBS untuk petani plasma (petani yang bermitra dengan perusahaan penghasil kelapa sawit) tercatat antara Rp 1.200 per kg dan Rp 1.300 (USD 0,08-0,09) per kg.

 

"Harga di bawah Rp 1.100 sulit bagi petani yang memiliki lebih dari dua anak, dengan anak mereka mengejar pendidikan tinggi, atau mereka yang memiliki anggota keluarga lain yang bergantung pada mereka, seperti orang tua mereka. Karena produktivitasnya yang rendah, antara 1 hingga 1,2 ton per hektare per bulan, mereka menjual hasil produksi mereka kepada perantara. Mereka juga memiliki beban hutang kepada para tengkulak karena para petani memiliki pinjaman, yang harus dilunasi selama panen," katanya.

 

Dia menambahkan bahwa banyak petani kelapa sawit tidak memiliki sumber pendapatan lain dan hanya mengandalkan minyak sawit. Sebuah studi SPKS 2018 mengungkapkan hanya 30% petani yang memiliki mata pencaharian alternatif mulai dari pengolahan, penanaman karet, dan menjadi pedagang kecil. Tanah yang disisihkan selama era Orde Baru untuk petani PIR selama periode transmigrasi, yang mencakup 0,75 hektare telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

 

"Keadaan petani terpuruk karena kenaikan harga pupuk, yang kadang-kadang langka. Tidak ada protokol kesehatan untuk petani/ pemanen. Petani membutuhkan uang tunai sementara proses transaksi untuk TBS untuk petani yang menjual ke perusahaan biasanya diproses antara satu atau dua minggu setelah produk dikirim ke pabrik atau perkebunan," ungkapnya.
Manajer Smallholders Program Indonesia RSPO, Guntur Cahyo Prabowo, mengatakan selama pandemi, sertifikasi membantu mendukung sekitar 6.000 anggota yang terdiri dari 26 kelompok tani, melalui penjualan minyak kelapa sawit bersertifikasi RSPO melalui kredit RSPO.

 

"Sebanyak USD 1,5 juta dicairkan untuk 30 kelompok petani kecil independen bersertifikasi RSPO dari transaksi penjualan minyak sawit bersertifikat antara Mei 2019 dan Mei 2020," terang Guntur.

 

Ia menambahkan saat pandemi yang tak terduga ini, sertifikasi terbukti menjadi aset besar bagi petani ketika berhadapan dengan ketidakpastian situasi. Ini termasuk persyaratan untuk sertifikasi seperti organisasi petani yang kuat dan perencanaan keuangan, membantu meningkatkan daya tawar mereka selama pandemi.

 

Perwakilan petani dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Independen, YB. Zainanto Hari Widodo, mengatakan tidak ada bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah yang difokuskan pada petani kelapa sawit.

 

"Sebagai petani bersertifikat RSPO, kami mendapatkan bantuan makanan pokok dan pupuk untuk anggota kami. Bantuan untuk non-anggota dari petani bersertifikat RSPO termasuk pemberian peralatan kesehatan, dukungan untuk pusat kesehatan masyarakat [Puskesmas] dalam area asosiasi, membantu untuk mendirikan pusat pemantauan COVID-19 dan bantuan untuk orang-orang yang rentan secara ekonomi," tuturnya.

 

Namun, jenis bisnis lainnya, seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) juga mengalami kesulitan untuk memasarkan produk seperti sayuran, ikan, dan bahan makanan lainnya, selama pandemi.

 

Sentimen serupa juga dimiliki oleh seorang perwakilan petani dari UD Lestari, sebuah unit bisnis petani, Jumadi. Ia mengatakan dampak COVID-19 terhadap mata pencaharian petani dan keluarganya sangat penting karena banyak yang takut dan ingin meninggalkan kampung halaman mereka karena risiko infeksi.

 

Jumadi mengatakan bahwa setelah hampir empat tahun disertifikasi oleh RSPO, ada banyak manfaat yang dia nikmati, seperti menerima lebih banyak pengetahuan tentang budidaya kelapa sawit berkelanjutan serta mendapat manfaat dari kenaikan harga tambahan dari penjualan TBS bersertifikasi.

 

"Untuk manfaat yang diterima selama pandemi, para petani menerima bantuan dari PT Unilever, termasuk sampo, sabun dan deterjen," kata dia.

 

Perwakilan petani dari Sumatra Selatan, Pairan, menambahkan mereka juga menikmati manfaat sertifikasi RSPO selama pandemi. Hasil dari insentif RSPO memang digunakan untuk membantu kegiatan sosial dari upaya pencegahan COVID-19 bagi masyarakat lokal.

 

Acara online ini dipandu oleh RSPO dan CNN Indonesia dan menghadirkan beberapa pembicara, termasuk Manajer Smallholders Program Indonesia RSPO, Guntur Cahyo Prabowo; Penasihat Senior Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Rukaiyah Rafik; Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto. Perwakilan petani dari Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah juga hadir dalam acara ini.

 

 

 

 

 

 

(ega/hns)

Bagikan

RELATED POST

Event

Pengunjung