APKASINDO: B30 Sudah Tepat, Banyak NGO Tidak Suka
Kategori : Berita Anggota Posted : Senin, 21 September 2020

sawitindonesia.com

sawitindonesia.com

21 September 2020

https://sawitindonesia.com/apkasindo-b30-sudah-tepat-banyak-ngo-tidak-suka/

 

APKASINDO: B30 Sudah Tepat, Banyak NGO Tidak Suka

 

JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Ir. Gulat Manurung, MP.,C.APO, Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Sawit Indonesia) menyatakan kebijakan Presiden Jokowi sangatlah tepat untuk menjadikan biodiesel sebagai program strategis nasional dan beruntung kebijakan B30 diluncurkan Desember 2019.

“Ketika Covid-19 mulai intensif di Indonesia semenjak Maret kemarin. Maka, selamatlah ekonomi Sawit Indonesia. Serapan biodiesel di dalam negeri meningkat signifikan,” ujar Gulat melalui sambungan telepon.

Ia menegaskan apabila ada NGO mengkritik program biodiesel yang merugikan petani sawit. Maka dapat dipastikan yang berteriak itu bukan petani sawit. Sebab dia tidak merasakan nikmatnya harga TBS setelah biodiesel dijalankan pemerintahan Jokowi.

Menurutnya, implementasi B30 ini meningkatkan serapan konsumsi domestik akibatnya negara importir sawit “kebakaran jenggot” karena kesulitan membeli CPO dengan murah.“ Itu sebabnya, marak kampanye hitam yang mengaitkan sawit dengan lingkungan dan mempekerjakan anak dibawah umur, ” ujar Kandidat Doktor Ilmu Lingkungan ini.

Berdasarkan data GAPKI, Sampai dengan Juli 2020, total konsumsi domestik sebesar 10,093 juta ton atau 3% lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu. Kenaikan terbesar pada oleokimia 45% dan biodiesel 27%, sedangkan untuk produk pangan 15% lebih rendah.

Gulat mengapresiasi data bulanan GAPKI ini kendati jauh di bawah data sesungguhnya. Khusus konsumsi dalam negeri, inovasi penghiliran sawit banyak bermunculan di daerah sentra sawit yang mendorong naiknya konsumsi dalam negeri seperti pakan ternak, pakan ikan dan minyak goreng curah.

“Coba dibayangkan ada hampir 2000 korporasi sawit di Indonesia dan 992 PKS, sistem evaluasi produktivitas keduanya harus terintregasi melalui data digital. Untung saja ada BPDPKS, dimana setelah Dr. Bayu Krisnamurthi (Dirut BPDPKS Pertama) saat itu langsung memerintahkan jajarannya menjaga dan memelototin semua pelabuhan ekspor CPO. Alhasil angka ekspor sawit Indonesia naik signifikan. Hal ini menandakan data paduserasi ekspor CPO sebelum berdirinya BPDPKS masih berantakan,” jelasnya.

Namun demikian, kata Gulat, data bulanan GAPKI terutama sampai Juli sudah cukup menggambarkan kedigdayaan sawit Indonesia. Kendati, kementerian terkait sawit dan kehutanan masih menganaktirikan komoditas ini. Sebagai contoh, komoditas strategis ini dipimpin setingkat kasubdit eselon III.

“Lalu, Kementerian LHK ngotot mengklaim petani sawit dalam kawasan hutan seperti di Riau yang memcapai 61,90%. Kita harus jujur mengakui bahwa kalau tidak ada sawit maka Indonesia bisa terpuruk semenjak awal pandemi. Bukan karena korporasi sawit tapi 41% perkebunan sawit Indonesia dikelola oleh petani. Efek ganda komoditas ini luar biasa. Itulah sesungguhnya kunci utama sawit menjadi lokomotif ekonomi Indonesia,” jelas Gulat.

Merujuk tren data GAPKI, dikatakan Gulat, dirinya yakin sampai akhir 2020 ini konsumsi dalam negeri bisa mendekati 40% dari total Produksi Nasional. Mengutip pernyataan Mahendra Siregar dalam suatu acara Webinar, Wakil Menteri Luar Negeri ini berpendapat, bahwa potensi penggunaan sawit di dalam negeri terlupakan. Saat pandemi, semuanya terang benderang bahwa konsumsi domestic merupakan kata kunci.

 “Saat ekspor melemah, namun domestik meningkat dan harga CPO dunia merangkak naik tiap minggu sampai minggu kedua September,” tambahnya.

“Sekarang, pekerjaan rumah prsiden tinggal masalah kehutanan yang saling klaim dengan perkebunan sawit, persoalan ini sudah beranakpinak sejak puluhan tahun lalu.”

Gulat mengibaratkan persoalan tersebut harus segera di “KB” kan supaya jangan muncul lagi persoalan baru. Dan “PIL KB” itu hanya bisa selesai dengan kebijakan Presiden Jokowi. Setelah kebijakan itu diambil oleh Presiden, maka kilometer nol lah semu. Tidak boleh ada lagi menanam sawit di lokasi yang bukan peruntukannya dan sebaliknya tidak ada lagi klaim hutan masuk ke perkebunan sawit,” harap Gulat.

Bagikan

RELATED POST

Event

Pengunjung